Kamis, 14 November 2013

BUAT YESUS, APA SIH YANG NGGAK ?

Minggu, 17 November 2013, Minggu Biasa 33
Bacaan Injil: Luk 21:5-19

Para murid akan mengalami penderitaan. Ini dikatakan sendiri oleh Yesus kepada murid-muridNya dalam perikop Injil minggu ini. Menderita karena apa? Menderita karena percaya dan bersaksi tentang Yesus. Tetapi penderitaan seperti apa yang akan dialami? Apakah sabda Yesus ini (telah) benar-benar terjadi?
Ada beberapa bentuk penderitaan yang dikatakan Yesus. Pertama, Bait Allah akan diruntuhkan: “...akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Semuanya akan diruntuhkan.” Yerusalem telah mengalami kebenaran kata-kata Yesus ini. Demikian pula Gereja Indonesia kini. Tercatat sudah sekian banyak gereja dan sekolah Katolik yang dirusak atau ditutup. Mendirikan gerejapun menjadi urusan yang sangat sulit. Sehingga di beberapa tempat saudara seiman kita bukan hanya tidak bisa mendapatkan tempat yang layak untuk merayakan Ekaristi, tetapi bahkan kesempatan untuk berkumpul-berdoapun dibatasi. Bagaimana dengan kita? Apakah kenyataan ini juga adalah pengalaman gereja kita? Bangunan gereja kita mungkin tidak diruntuhkan. Tetapi (bisa jadi) semangat ke gereja itulah yang sedang runtuh.  
Kedua, “...banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Dia, dan saatnya sudah dekat.” Inilah bahaya nabi-nabi palsu dengan pewartaan palsu pula. Tentang bahaya ini Yesus meminta kita waspada dan jangan mengikuti mereka. Masih segar dalam ingatan kita beberapa kelompok yang digerakkan oleh kepercayaan akan kedatangan hari kiamat pada tanggal, bulan dan tahun tertentu. Ramalan mereka memang terbukti tidak benar, tetapi kenyataan bahwa ada umat Katolik yang ikut di dalamnya, tentu menjadi refleksi tersendiri bagi kita. Barangkali kita kehilangan sikap percaya yang sekaligus kritis. Karena itu kita justru mudah menerima keyakinan-keyakinan religius yang nampaknya ‘benar’, tetapi sesungguhnya bertentangan dengan semangat dan isi iman kristiani.
Ketiga, “...akan terjadi peperangan, bencana alam, kelaparan dan penyakit.” Peristiwa seperti ini dengan mudah kita saksikan di televisi, juga dalam kenyataan hidup kita sendiri. Penderitaan manusia yang disebabkannya sungguh ganas dan memilukan. Semua itu terjadi hampir di luar kendali kita. Kita seolah tidak bisa berbuat apa-apa. Contoh terakhir badai topan Haiyan di Filipina yang menewaskan hampir dua ribuan jiwa. Mengalami kenyataan ini, orang mungkin akan bergelut dengan imannya sendiri: “Mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi? , “Apa benar ada Tuhan? Kalau ada, masakan Dia hanya menonton umatNya mati sia-sia?”
Keempat, penderitaan karena nama Yesus. Seperti halnya para murid yang  “ditangkap”, “dianiaya”, “dihadapkan ke pengadilan” karena percaya kepada Yesus dan bersaksi tentang namaNya. Pengalaman ini nyata dalam hidup umat perdana. Mereka dikejar-kejar, diadili dan bahkan dibunuh karena keteguhan iman mereka. Iman kepada Yesus bahkan mengakibatkan setiap muridNya “dibenci” oleh keluarganya sendiri. Bukankah tidak ada kenyataan yang lebih membuat kita menderita selain bahwa kita tidak diterima oleh keluarga kita sendiri ?
Pertanyaan kita: untuk apa Yesus bicara soal aneka bentuk penderitaan ini? Tentu bukan untuk sekadar menakut-nakuti kita. Tetapi sebaliknya supaya kita memiliki keberanian iman dalam menghadapi apapun kesulitan dan tantangan karena mengikuti Yesus. Kenapa mesti berani? Sebab seperti yang terbukti dalam perjuangan iman para rasul, Yesus sendirilah yang menyanggupkan kita. Ia memberikan “kata-kata hikmat” untuk bersaksi, Ia memelihara sehingga “tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang”, dan di atas semuanya itu: “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” Demikian yang akan terjadi pada kita yang percaya padaNya. Tuhan Yesus sendiri menjadi jaminan hidup bagi siapapun yang berani menderita karena iman kepadaNya.
Tetapi, apa benar kita sudah cukup menderita karena Yesus? Pertanyaan ini penting untuk kita gali. Sebab barangkali kita tidak mengalami bentuk penderitaan seperti yang disebutkan Yesus tadi. Atau beratnya penderitaan kita belum seberat yang dialami para rasul. Penderitaan yang dimaksud Yesus sesungguhnya adalah apapun situasi atau kondisi sulit yang kita alami karena memperjuangkan iman kita. Kita berani mengorbankan kepentingan bahkan keselamatan kita sendiri karena mau hidup seperti Yesus, karena mau menghayati nilai-nilai yang diajarkanNya. Seringkali karena tak tahan hidup susah, orang memilih cara hidup tidak jujur. Ada yang mau kaya dengan korupsi, mau berkuasa dengan sikut-menyikut, mau makan enak tanpa kerja keras, mau diwisuda dengan copy-paste, mau tenar dengan jual diri, mau kenikmatan sekalipun berselingkuh, dll. Jadi ada krisis luar biasa nilai-nilai kristiani karena orang mengejar keinginannya dengan lebih memakai “cara dunia” ketimbang “cara Yesus”. Dengan demikian kalau mau jujur, kita belum cukup berani menderita demi Yesus dan ajaranNya!
Buat Yesus, apa sih yang nggak? Kalau Yesus sudah jadi pilihan hati, maka apapun akan kita lakukan, sekalipun itu adalah penderitaan. Sebab siapa yang berani menderita karena Yesus, ia akan mengalami pertolonganNya. Yesus sendiri menegaskan bahwa kalau kita tetap bertahan dalam setiap kesulitan, kita akan memperoleh kehidupan. Percaya ini. Dan mari berani hidup dengan cara Yesus...
Salam Hangat,

Dkn Charles Leta, SMM