Minggu,
17 November 2013, Minggu Biasa 33
Bacaan
Injil: Luk 21:5-19
Para murid akan
mengalami penderitaan. Ini dikatakan sendiri oleh Yesus kepada murid-muridNya dalam perikop Injil
minggu ini. Menderita karena apa? Menderita karena percaya dan bersaksi tentang
Yesus. Tetapi penderitaan seperti apa yang akan dialami? Apakah sabda Yesus ini
(telah) benar-benar terjadi?
Ada beberapa bentuk penderitaan yang dikatakan Yesus. Pertama, Bait Allah akan diruntuhkan:
“...akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun dibiarkan terletak di
atas batu yang lain. Semuanya akan diruntuhkan.” Yerusalem telah mengalami
kebenaran kata-kata Yesus ini. Demikian pula Gereja Indonesia kini. Tercatat
sudah sekian banyak gereja dan sekolah Katolik yang dirusak atau ditutup.
Mendirikan gerejapun menjadi urusan yang sangat sulit. Sehingga di beberapa
tempat saudara seiman kita bukan hanya tidak bisa mendapatkan tempat yang layak
untuk merayakan Ekaristi, tetapi bahkan kesempatan untuk berkumpul-berdoapun dibatasi.
Bagaimana dengan kita? Apakah kenyataan ini juga adalah pengalaman gereja kita?
Bangunan gereja kita mungkin tidak diruntuhkan. Tetapi (bisa jadi) semangat ke
gereja itulah yang sedang runtuh.
Kedua, “...banyak orang akan datang dengan
memakai namaKu dan berkata: Akulah Dia, dan saatnya sudah dekat.” Inilah bahaya nabi-nabi palsu dengan pewartaan
palsu pula. Tentang bahaya ini Yesus meminta kita waspada dan jangan
mengikuti mereka. Masih segar dalam ingatan kita beberapa kelompok yang
digerakkan oleh kepercayaan akan kedatangan hari kiamat pada tanggal, bulan dan
tahun tertentu. Ramalan mereka memang terbukti tidak benar, tetapi kenyataan
bahwa ada umat Katolik yang ikut di dalamnya, tentu menjadi refleksi tersendiri
bagi kita. Barangkali kita kehilangan sikap percaya yang sekaligus kritis.
Karena itu kita justru mudah menerima keyakinan-keyakinan religius yang
nampaknya ‘benar’, tetapi sesungguhnya bertentangan dengan semangat dan isi
iman kristiani.
Ketiga, “...akan
terjadi peperangan, bencana alam, kelaparan dan penyakit.” Peristiwa seperti ini dengan mudah kita
saksikan di televisi, juga dalam kenyataan hidup kita sendiri. Penderitaan
manusia yang disebabkannya sungguh ganas dan memilukan. Semua itu terjadi
hampir di luar kendali kita. Kita seolah tidak bisa berbuat apa-apa. Contoh terakhir
badai topan Haiyan di Filipina yang menewaskan hampir dua ribuan jiwa.
Mengalami kenyataan ini, orang mungkin akan bergelut dengan imannya sendiri:
“Mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi? , “Apa benar ada Tuhan? Kalau ada,
masakan Dia hanya menonton umatNya mati sia-sia?”
Keempat, penderitaan
karena nama Yesus. Seperti
halnya para murid yang “ditangkap”,
“dianiaya”, “dihadapkan ke pengadilan” karena percaya kepada Yesus dan bersaksi
tentang namaNya. Pengalaman ini nyata dalam hidup umat perdana. Mereka
dikejar-kejar, diadili dan bahkan dibunuh karena keteguhan iman mereka. Iman
kepada Yesus bahkan mengakibatkan setiap muridNya “dibenci” oleh keluarganya sendiri.
Bukankah tidak ada kenyataan yang lebih membuat kita menderita selain bahwa
kita tidak diterima oleh keluarga kita sendiri ?
Pertanyaan kita: untuk
apa Yesus bicara soal aneka bentuk penderitaan ini? Tentu bukan untuk sekadar
menakut-nakuti kita. Tetapi sebaliknya supaya
kita memiliki keberanian iman dalam menghadapi apapun kesulitan dan tantangan
karena mengikuti Yesus. Kenapa mesti berani? Sebab seperti yang terbukti
dalam perjuangan iman para rasul, Yesus sendirilah yang menyanggupkan kita. Ia
memberikan “kata-kata hikmat” untuk bersaksi, Ia memelihara sehingga “tidak
sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang”, dan di atas semuanya itu: “Kalau
kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” Demikian yang akan terjadi
pada kita yang percaya padaNya. Tuhan Yesus sendiri menjadi jaminan hidup bagi
siapapun yang berani menderita karena iman kepadaNya.
Tetapi, apa
benar kita sudah cukup menderita karena Yesus? Pertanyaan ini penting untuk
kita gali. Sebab barangkali kita tidak mengalami bentuk penderitaan seperti
yang disebutkan Yesus tadi. Atau beratnya penderitaan kita belum seberat yang
dialami para rasul. Penderitaan yang dimaksud Yesus sesungguhnya adalah apapun situasi
atau kondisi sulit yang kita alami karena memperjuangkan iman kita. Kita berani
mengorbankan kepentingan bahkan keselamatan kita sendiri karena mau hidup
seperti Yesus, karena mau menghayati nilai-nilai yang diajarkanNya. Seringkali
karena tak tahan hidup susah, orang memilih cara hidup tidak jujur. Ada yang
mau kaya dengan korupsi, mau berkuasa dengan sikut-menyikut, mau makan enak
tanpa kerja keras, mau diwisuda dengan copy-paste, mau tenar dengan jual diri, mau
kenikmatan sekalipun berselingkuh, dll. Jadi ada krisis luar biasa nilai-nilai
kristiani karena orang mengejar keinginannya dengan lebih memakai “cara dunia” ketimbang
“cara Yesus”. Dengan demikian kalau mau jujur, kita belum cukup berani
menderita demi Yesus dan ajaranNya!
Buat Yesus, apa sih yang nggak? Kalau Yesus sudah jadi pilihan hati,
maka apapun akan kita lakukan, sekalipun itu adalah penderitaan. Sebab siapa
yang berani menderita karena Yesus, ia akan mengalami pertolonganNya. Yesus
sendiri menegaskan bahwa kalau kita tetap bertahan dalam setiap kesulitan, kita
akan memperoleh kehidupan. Percaya ini. Dan mari berani hidup dengan cara
Yesus...
Salam Hangat,
Dkn Charles Leta, SMM