Minggu Biasa XXVII, 7 Oktober
2012
Bacaan: Kej 2:18-24, Ibr 2:9-11,
Mrk 10:2-12
Kalau
kita rajin menonton tayangan infotaintment
di Televisi, kita pasti sering menyimak berita-berita perceraian di antara
para artis. Atau tak perlu menonton Televisi, di sekitar kita sudah ada banyak
cerita tentang keluarga-keluarga yang pecah dan berpisah. Ada yang usia
perkawinannya baru beberapa bulan sampai setahun, ada juga yang sudah belasan
sampai puluhan tahun. Dan sayangnya, tak sedikit dari mereka adalah
keluarga-keluarga Katolik.
Kita
yang belum mengalaminya mungkin bertanya: bagaimana itu bisa terjadi? Bagi kita
yang sudah dan sedang mengalaminya juga bertanya: mengapa hal ini bisa terjadi
padaku? Atau pada orang tuaku? Atau pada anak-anakku? Dan akhirnya sebagai
orang beriman, masing-masing kita patut bertanya juga, apakah Tuhan menghendaki
atau merestui sebuah perceraian? Terhadap pertanyaan-pertanyaan dan
pengalaman-pengalaman kita itu, hari ini Tuhan datang bersabda kepada kita
bahwa sejak semula, DIAlah yang menghendaki agar setiap suami dan istri hidup bersatu.
Dalam
bacaan Injil, Yesus dicobai oleh orang-orang Farisi dengan bertanya: “Apakah seorang suami
diperbolehkan menceraikan isterinya?" Pertanyaan tersebut tidak dijawab
langsung oleh Yesus. Kepada mereka Yesus balik bertanya: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk
menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Tetapi terhadap jawaban itu Yesus mengecam bahwa “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk
kamu.” Perceraian
dengan surat cerai tidak akan pernah terjadi kalau orang-orang Yahudi tidak
tegar hati atau mati-matian meminta
cerai. Yesus menunjukkan bahwa perceraian justru terjadi karena kemauan keras
dan paksaan kita sendiri untuk bercerai. Perceraian tidak harus terjadi bila kita
mengikuti kehendak baik Tuhan dan bukan kemauan keras kita, “…sebab pada awal
mula dunia, Allah menjadikan manusia laki-laki dan perempuan; karena itu
laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua
melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah
diceraikan manusia.” Dengan perkataan Yesus ini,
jelaslah bagi kita bahwa Allah tidak pernah menghendaki perceraian, khususnya dalam relasi suami-isteri. Sebaliknya DIA
menghendaki supaya suami dan isteri hidup bersatu. Sebab perkawinan tidak
melulu tindakan manusiawi kita saja. Ketika perkawinan terjadi, Allahlah yang
bertindak mempersatukan laki-laki dan perempuan. Dan setiap tindakan Allah
adalah baik dan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita yang menghidupinya dalam
ketekunan dan kesetiaan.
Tindakan Allah yang menyatukan itu pula digemakan oleh St. Paulus
kepada Jemaat di Efesus. St. Paulus berkata: “Hai suami, kasihilah isterimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya” (Ef.5:25). “Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan
merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat” (Ef. 5:28-29).
Saudara
seiman, kepada kita sabda Tuhan hari ini berpesan agar kita memelihara kesatuan
dan keutuhan hidup berkeluarga. Bagi para muda-mudi yang belum berkeluarga, pesan
Tuhan ini adalah undangan penuh rahmat agar nanti dapat memilih dan memaknai
hidup berkeluarga sebagai kesempatan mengalami dan membagikan kasih Allah yang
menyatukan. Bagi keluarga-keluarga yang masih tekun menghayati keutuhan hidup
berumah-tangga, pesan Tuhan ini sangat menggembirakan, meneguhkan dan
menyadarkan anda sekalian bahwa hidup berkeluarga itu begitu luhur karena
dikehendaki sendiri oleh Allah. Dan bagi keluarga-keluarga yang telah dan
sedang memikirkan untuk berpisah, pesan Tuhan hari ini merupakan kabar gembira
bagi anda, Allah mengundang anda sekalian untuk memperjuangkan kembali keutuhan
rumah tangga anda. Jangan kuatir sebab Allah membantu setiap kita yang mau
tekun dan berjuang melaksanakan kehendakNya ini.
Kita memang turut prihatin dengan perceraian
yang
terjadi dalam keluarga-keluarga Katolik. Tentu itu semua terjadi dengan macam-macam persoalan. Tapi
ada banyak keluarga Katolik yang sungguh menghidupi kesetiaan hidup bersama
sebagai suami-istri. Mereka ini bukannya hidup sama-sekali tanpa persoalan.
Tetapi mereka telah berani menempatkan keutuhan hidup berkeluarga dan
kebahagiaan anak-anak sebagai nilai yang lebih tinggi dan terpenting daripada
persoalan-persoalan itu sendiri. Persoalan kerapkali justru menjadi rahmat yang
semakin mempererat rasa cinta dan kesetiaan satu dengan yang lain. Allah memang
tidak pernah menjanjikan hidup berkeluarga yang mulus, lancar dan baik-baik saja. Tapi Allah selalu menyertai
setiap keluarga dalam persoalan apapun. Sebab Allah tidak pernah menghendaki
perceraian. Dia hanya menghendaki keutuhan dan kesatuan hidup suami dan isteri.
Deo Soli.
Fr. Dias SMM & Fr.
Charles SMM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar