Peringatan St. Louis Marie Grignion de Montfort
Bacaan Injil: Yoh 13:31-33a, 34-35
Saudara-saudariku yang dikasihi Tuhan,
Salam jumpa kembali. Semoga selama seminggu terakhir, kita mengalami
kasih Tuhan dalam hidup kita. Di hari Minggu Paskah kelima ini, Yesus berbicara
pada kita mengenai KASIH. Kata “Kasih” tentu sudah sering kita dengar. Saking seringnya
sampai barangkali kita bosan mendengarnya. Tapi percayalah, Yesus tidak pernah
berbicara untuk hal yang sudah biasa, apalagi membosankan. Pesannya selalu baru
dan mengejutkan. Yesus mau bicara tentang Kasih yang tak biasa. Seperti apa?
Mari kita merenungkannya bersama-sama.
Yesus mulai dengan
mengatakan sesuatu yang susah kita mengerti: SEKARANG SAATNYA, ANAK MANUSIA DIMULIAKAN.
Dimuliakan? Apa maksud perkataan Anak
Manusia dimuliakan? Kapan saat Anak Manusia dimuliakan terjadi? Pertanyaan–pertanyaan ini mungkin spontan muncul
dalam benak kita. Yesus menyampaikan perkataan itu kepada para muridNya ketika
Dia hendak berpisah dengan mereka pada malam perjamuan terakhir. Yesus mau
pergi ke mana? Dia akan memulai jalan penderitaanNya. Sesudah Yudas pergi
menyerahkanNya, Yesus tahu bahwa itulah saat
bagi Dia untuk memulai jalan salibNya. Itulah yang disebut saat Anak Manusia dimuliakan.
Jadi Yesus dimuliakan di saat penderitaan dan kematianNya. Ini
berbeda jauh dari apa yang kita lihat dalam kehidupan kita. Orang dimuliakan atau dihormati kerap karena status, jabatan, prestasi dan kekayaan. Ini
beda sekali dengan Yesus. Kemuliaan Yesus justru tampak saat Ia disalibkan dan
wafat di sana. Mengapa salib disebut tanda kemuliaan? Karena dengan salib
Yesus, Allah menyatakan kasihNya yang luar biasa kepada kita. Betapa besar
kasih Allah itu kepada kita sehingga Ia mengaruniakan PuteraNya sendiri (Yoh
3:14-16). Inilah kasih yang tidak biasa itu, bahwa Yesus memberikan diri bahkan
nyawaNya sendiri untuk kita yang Dia kasihi, sekalipun kita kurang setia
padaNya. Kasih sejati adalah pemberian diri tanpa syarat. Ini bukan kasih
sentimentil yang sering kita lihat dalam sinetron. Ini kasih yang sukar sekali.
Sebab kita lebih mudah mengasihi mereka yang juga mengasihi kita, bukan? Tetapi
mengasihi musuh, apa mudah? Kita mudah memberi perhatian, uang, waktu, tenaga
untuk mereka yang kita sukai, bukan? Tetapi memberi kepada orang yang kita
benci, apa mudah? Meski tidak mudah, Yesus Tuhan kita telah sanggup
melakukannya.
KARENA ITU, YESUS MEMBERIKAN PERINTAH BARU SUPAYA KITA SALING
MENGASIHI SAMA SEPERTI DIA TELAH MENGASIHI KITA. Apa yang baru dari perintah Yesus ini? Yesus menghendaki supaya kita saling mengasihi
sama seperti Ia telah mengasihi kita. Perintah ini baru karena kini kita harus melakukan seperti yang dilakukan Yesus.
Ini berarti, “saya harus mengasihi suami/isteri saya sama seperti Yesus
mengasihinya!”, “saya harus mengasihi kakak/adik/tetangga/teman/musuh sama
seperti Yesus mengasihinya!”. Wah, ini paling berat rasanya. Ukuran kasih Yesus
luar biasa tingginya. Yesus mengasihi tanpa peduli apa yang diperbuat orang
kepadaNya. Dia mengasihi baik musuh maupun sahabat. Sementara kita masih sering
memakai ukuran ego kita sendiri, misalnya mengasihi hanya kalau orang mengasihi
kita.
Perintah SUPAYA KITA SALING MENGASIHI SAMA SEPERTI YESUS
TELAH MENGASIHI KITA juga baru karena
kita harus membangun kasih itu terutama di antara kita, sesama murid Kristus. Itulah
yang diminta Yesus kepada para muridNya: Kasih sebagai saudara seiman, sesama orang
Katolik. Mengapa demikian? Bukankah kita harus mengasihi semua orang tanpa kecuali?
Perkataan Yesus ini meminta kita untuk melihat diri: bagaimana kita telah
mengasihi sesama saudara yang seiman dengan kita? Kasih persaudaraan kita mungkin
masih cenderung berupa basa-basi atau
sekedarnya saja. Coba saja melihat apakah kita sudah cukup mengenal
saudara-saudari selingkungan kita? Apakah kita bersedia mengunjungi mereka yang
sudah lama tidak terlibat lagi dalam kegiatan lingkungan? Apakah kita berani
mengingatkan teman-teman sekampus/sedaerah yang sudah jarang ke Gereja? Ataukah
kita memilih diam saja, tetapi diam-diam
pula menggosipkannya?
Saudara terkasih, kenapa sih Yesus meminta kita memulai kasih persaudaraan itu dengan sesama
Katolik? Karena Yesus menegaskan: hanya bila kita mau saling mengasihi, akan semakin
nyatalah kepada semua orang bukan Katolik, bahwa kita adalah muridNya. Sebab
perbuatan saling mengasihi adalah identitas kemuridan kita. Tanpa perbuatan
kasih di antara kita sendiri, kita belum bisa dikenal sebagai murid-murid
Yesus. Jadi KASIH adalah KTP KATOLIK kita, Kasih Tanda Pengenal kekatolikkan kita.
KTP ini tidak sama dengan seragam misalnya seragam merah-putihnya anak SD.
Kalau seragam sih, siapa saja yang
punya uang, bisa membeli dan memilikinya. Tapi Kasih, tidak bisa dibeli. Kasih
selalu diperjuangkan. Perjuangannya tidak mudah karena kita berisiko melawan
ego sendiri. Tapi meski tidak mudah, Tuhan meminta kita melakukannya. Sebab setiap
murid Kristus saling mengasihi sebagai saudara. Kata St. Montfort, orang kudus yang
kita peringati hari ini: “Jika kamu tidak pernah berani mengambil risiko untuk
Allah, kamu tidak akan pernah melakukan sesuatu yang berarti untuk Dia.” Semoga.
Tuhan memberkati.
Fr. Charles Leta, SMM