Hari Minggu Biasa 13
Bacaan Injil: Luk
9:51-62
Seorang
Bapak sedang merasa susah. Ia hanya duduk bengong di meja kerjanya. Hatinya
sedang sedih sekali. Kenapa teman-teman kantornya malah menjauhinya? Apa sih yang salah? Iatoh hanya mau mengikuti ajaran Yesus, bekerja dengan jujur. Ia
tidak mau ikut-ikutan korupsi seperti
teman-temannya itu.
Pengalaman Bapak ini hanya salah satu contoh tantangan yang kita hadapi
kalau kita mau serius mengikuti Yesus. Kalau kita mau hidup sesuai pikiran dan
sikap Yesus sendiri. Mengikuti Yesus dengan setia memang penuh tantangan. Kita
bisa saja dibenci dan ditolak oleh sesama kita. Kerapkali kita takut kalau-kalau kita hanya akan hidup susah
saja. Kalau sudah begitu apakah kita memilih mundur? Atau apa yang sebaiknya
kita lakukan? Tetap mengikuti Yesus
meskipun banyak tantangan.
Mengikuti
Yesus berarti menempuh suatu perjalanan. Perjalanan ke mana dan seperti apa? Perjalanan yang penuh tantangan.
Perjalanan seperti ini tidak lain adalah perjalanan mengikuti Yesus. Dan
perjalanan Yesus memang tidak pernah mudah. Inilah yang ditegaskan Yesus kepada
orang yang mau mengikutiNya. Yesus dan para muridNya rupanya sedang melanjutkan
perjalanan dari Samaria menuju desa lain. Di tengah jalan, seseorang datang kepada
Yesus dan meminta supaya ia diperbolehkan mengikuti Yesus, ke manapun Yesus
pergi. Orang ini pasti begitu terpikat pada Yesus sampai-sampai ia bersedia mengikuti Yesus, meskipun dia sendiri
belum tahu tujuan perjalanan Yesus. Pokoknya orang ini siap mengikuti Yesus ke
manapun Yesus pergi. Lalu bagaimana tanggapan Yesus atas kesiapsediaan yang
luar biasa dari orang itu? Yesus memandang orang itu dan mengingatkan bahwa
perjalanan mengikutiNya bukan perjalanan yang mudah, melainkan menantang.
Mengapa menantang? Karena orang harus
siap sedia mengalami situasi buruk apapun di dalam perjalanan. Yesus sendiri
bahkan tidak punya tempat untuk berteduh. Kalau serigala punya liang dan burung
punya sarang, Yesus justru tidak punya rumah untuk beristirahat. Apakah ini
berarti mengikuti Yesus sama dengan menjadi gelandangan yang bisa tidur di
emperan toko atau di kolong jembatan? Tentu tidak. Sebab perjalanan mengikuti
Yesus memiliki tujuan. Apa tujuan itu? Yerusalem. Ya, Yesus sendiri telah
menegaskan bahwa perjalananNya adalah menuju Yerusalem. Yerusalem menjadi
puncak pemberian diri Yesus kepada BapaNya. Dia menderita sengsara, disalibkan,
wafat dan bangkit karena taat kepada kehendak BapaNya. Apakah kita berani
menempuh perjalanan yang tidak mudah ini sampai tujuan? Bersediakah kita hidup
tanpa rasa aman yang kita peroleh misalnya dari pekerjaan kita? Sebab mengikuti
Yesus bukan hanya harus siap mengalami tantangan dan kesulitan. Lebih dari itu,
kita mesti siap diubah oleh pikiran dan
tindakan Yesus sendiri. Kita tidak lagi merasa bahagia hanya kalau
pekerjaan kita mendatangkan banyak uang. Kebahagiaan kita adalah hidup sesuai
cara hidup Yesus. Karena itu berapapun penghasilannya, bagi kita yang penting
adalah bekerja dengan cara-cara yang jujur dan tidak curang. Sekalipun harus
hidup pas-pasan, kita siap. Sebab mengikuti
Yesus berarti siap menempuh jalan Yesus sendiri.
DARI
SEBAB ITU,Yesus menuntut supaya kita berani mengutamakan
Kerajaan Allah. Mengutamakan bagaimana? Dengan meletakkan
Kerajaan Allah di atas ikatan keluarga dan kewajiban terhadapnya. Sebab
Kerajaan Allah lebih mendesak. Inilah yang ditegaskan Yesus kepada dua orang
lainnya. Berbeda dengan orang pertama tadi, kedua orang ini diundang sendiri
oleh Yesus untuk mengikuti Dia. Tetapi kedua orang ini tidak segera siap pergi
bersama Yesus. Orang pertama meminta izin untuk pergi menguburkan bapaknya
dahulu. Tentu ini merupakan suatu kewajiban mulia seorang anak kepada bapaknya.
Tetapi apa tanggapan Yesus? Yesus sama sekali tidak memberi izin. Ia bahkan
berkata: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati, tetapi engkau pergilah dan
beritakanlah Kerajaan Allah !” Perkataan Yesus keras dan mengherankan kita,
bukan? Tetapi kita lihat di sini, Yesus mengutamakan Kerajaan Allah. Kerajaan
Allah jauh lebih mendesak dari kewajiban keluarga yang mulia sekalipun.
Demikian pula tanggapan Yesus terhadap orang kedua. Ketika Yesus mengundangnya,
orang ini juga meminta izin. Ia izin untuk berpamitan dahulu dengan
keluarganya. Lagi-lagi ini suatu sikap santun seperti dalam budaya kita, bukan?
Tetapi Yesus menegaskan bahwa kalau begitu, orang ini belum siap menjadi
muridNya. Sama halnya dengan orang yang mau membajak tapi masih menoleh ke
belakang. Yesus meminta supaya setiap orang yang mau mengikutiNya harus siap
berjalan ke depan, terarah kepada Kerajaan Allah. Begitu mendesaknya Kerajaan
Allah sehingga tak satupun hal boleh menghalangi. Tidak juga ikatan kita dengan
keluarga dan kewajiban-kewajiban kepada mereka.Tapi sungguh betapa susahnya
melaksanakan hal ini. Barangkali kita menganggap Yesus terlalu berlebihan. Masakan pamit dengan keluarga saja tidak
boleh? Mengikuti Yesus adalah masuk ke
dalam suatu hidup baru. Kita mau
menghayati cara hidup yang baru yakni cara hidup Yesus sendiri. Cara hidup
Yesus banyak kali berbeda dengan pandangan dunia, pun pikiran kita sendiri.
Karena itu, tuntutan Yesus seringkali terasa sulit bagi kita. Tetapi itulah
tuntutan mengikuti Yesus. Kita mesti terbiasa merasa sakit karena harus melepaskan
diri dari ikatan dengan hal-hal yang kita sukai, dengan orang-orang yang
kita sayangi demi Kerajaan Allah. Kita mau menyisihkan waktu bermain badminton untuk pergi berdoa bersama di
lingkungan. Kita bahkan mau membatalkan rekreasi keluarga karena ada tetangga
yang harus dibawa ke rumah sakit. Kita memang sudah menjadi kristen karena
pembaptisan. Tetapi mengikuti Yesus
adalah perjalanan. Suatu proses. Kita diminta untuk terus belajar melepaskan setiap hari. Tuntutan
seperti ini memang melampaui kemampuan kita. Karena itu, kita perlu rendah hati
berdoa memohon rahmat Tuhan supaya kita mampu mengutamakan Kerajaan Allah. Sebab
mengikuti Yesus berarti selalu siap untuk Kerajaan Allah.
Mengikuti
Yesus itu memang tidak mudah, tetapi
siapa yang siap mengikutiNya harus berani mengutamakan Kerajaan Allah.Dia
tidak perlu merasa takut dan gentar. Sebab Yesus sendirilah yang akan berjalan bersama-sama
dengan dia. Ah, sekiranya kita mau benar-benar percaya pada Yesus. Sekiranya
kita mau belajar menerima penolakan, belajar melepaskan ikatan yang menghalangi
kita. Kita pasti dipenuhi oleh rahmat Tuhan. Rahmat Tuhanlah yang membuat kita sanggup
berjalanmengikuti Dia. Apapun tantangannya.
Fr. Charles Leta, SMM