Jumat, 25 Oktober 2013

“KASIHANILAH AKU ORANG BERDOSA INI...”


Minggu Biasa 30
Bacaan Injil: Luk 18:9-14

            Metafora kain putih. Bila dilihat dari kejauhan, selembar kain putih akan selalu terlihat putih. Sekalipun kain putih itu memiliki bercak-bercak noda, toh tetap saja terlihat putih. Tetapi cobalah kita mendekatkan kain putih itu ke arah cahaya lampu. Seketika itu juga, akan jelas terlihat oleh mata kita, noda-nodanya. Bintik-bintik noda yang paling kecilpun dapat segera kita lihat. Demikianlah semakin kita mendekatkan diri pada Kristus Sang Cahaya Sejati, makin nyata kerapuhan dan kesalahan kita.
Yesus mengkritik orang yang “menganggap diri benar dan memandang rendah semua orang lain.” Kiranya mereka ini adalah orang-orang yang merasa diri tidak pernah bersalah dan karena itu dengan mudah menempatkan dirinya lebih tinggi di atas orang lain. Kepada mereka, kritik disampaikan Yesus melalui sebuah perumpamaan tentang dua orang yang “pergi berdoa ke bait Allah” dengan isi doa yang berbeda satu sama lain. Rupanya isi doa seseorang sangat menggambarkan seperti apa pribadinya. Dengan kata lain, “Kita adalah isi doa kita!” Orang seperti apakah kita dapat dikenali dari cara dan isi doa kita.
            Doa orang Farisi: contoh doa orang sombong. Mengapa demikian? Pertama, isi doanya mengarah pada diri sendiri. Orang Farisi ini memang menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan. Tetapi syukurnya itu berpusat pada dirinya sendiri. Ia bersyukur karena dirinya “tidak sama seperti orang lain yang melakukan kejahatan: perampok, pezinah, pemungut cukai.” Dengan membandingkan diri dengan orang lain, ia menempatkan dirinya lebih tinggi. Padahal doa syukur yang sejati terarah pada kebaikan Allah dan sesama. Kedua, dalam doanya, orang Farisi ini menonjolkan kebaikan-kebaikan yang ia buat: berpuasa dan berderma. Bukankah Tuhan tahu segala niat dan tindakan baik kita? Mengatakan semua itu dalam doa hanyalah sebuah upaya meninggikan diri di hadapan Tuhan. Apa pantas kita melakukan demikian dalam doa? Orang yang suka menghitung-hitung kebaikannya pasti menjadi tidak tulus dalam tindakan dan sombong dalam memandang sekitarnya.
            Doa Pemungut Cukai: contoh doa orang rendah hati. Berbeda dengan orang Farisi tadi, si Pemungut Cukai berdoa dengan sikap dan isi doa yang indah. Ia hanya “berdiri jauh-jauh” dari tempat doa dan bahkan “tidak berani menengadah ke langit.” Ia justru “memukul diri”, mungkin “menepuk dada” tanda penyesalan dan berdoa memohon ampun: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini...” Indah, bukan? Orang ini tahu dengan baik dengan siapa dia berbicara. Di hadapan Tuhan yang penuh Kuasa dan Kerahiman, ia menyadari kerapuhan dirinya dan dengan sungguh meminta pengampunan atas dosa-dosanya. Hal ini memang tidak akan pernah diminta oleh mereka yang merasa tidak pernah berdosa, bukan? Dari sikap dan isi doanya saja, kita sudah langsung tahu, orang ini rendah hati. Dan Yesus menegaskan: orang seperti inilah “yang dibenarkan Allah.”
            Tuhan memang meminta kita menjadi sempurna: “Haruslah kamu sempurna, sama seperti BapaMu di sorga adalah sempurna” (Mat 5:48). Tetapi kesempurnaan hidup kristiani ini tidak kita kejar dengan mengabaikan apalagi merendahkan orang lain. Tuntutan menjadi orang saleh dan taat beragama itu jelas. Tetapi sebaiknya kita berjuang pula menjadi orang yang mampu menerima dan menghargai siapapun. Menerima mereka yang kita sisihkan karena dosa-kesalahan (masa lalu) mereka. Menghargai mereka yang kita abaikan karena rasa cuek dan antipatinya pada hidup menggereja. Peduli pada mereka-mereka ini jelas tidak mudah. Hanya orang yang telah mengalami pengampunan Tuhan saja yang sanggup melakukannya sebab mereka tahu baik, kasih Tuhan itu berharga bagi siapapun.
Semua orang berharga di mata Allah. Dosa dan kesalahan tidak pernah menutup rapat pintu belas kasih Allah. PadaNya masih selalu ada harapan selama orang menyesal dan memohon ampun. Tugas kita adalah menjadi duta belas kasih Allah ini. Jadilah pribadi berjiwa besar yang sanggup menerima, menghargai dan memaafkan. Semangat ini bisa dimiliki selama kita sendiri bersedia -membungkukkan badan- menepuk dada- dan dengan rendah hati berdoa-: “Ya Yesus, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Doakan ini setiap hari maka kita bukan hanya diampuni, tapi juga sanggup mengampuni!

Salam Hangat,

D. Charles Leta, SMM

 
                 
             
           
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar